MINews.Takengon - Profesi wartawan kembali dilecehkan oleh seorang anggota Panwaslu Kabupaten Aceh Tengah dalam sebuah percakapan di Desa Balee di rumah seorang kontraktor. Oknum tersebut diduga telah mengeluarkan statemen yang merendahkan martabat jurnalis serta kebebasan pers di Kabupaten Aceh Tengah, Sabtu 19 April 2025.
Pernyataan kontroversial itu mencuat ke publik, setelah salah seorang Pegawai anggota Panwaslu yang berada dalam satu pembicaraan dengan Bayu reslita tidak lain merupakan wartawan. Dalam percakapan tersebut, secara terang-terangan dirinya mengklaim bahwa ia sudah “mengkondisikan” seluruh wartawan di Kabupaten Aceh Tengah. Bahkan, lebih jauh lagi menyebut, bahwa Bayu Realita merupakan wartawan tanpa tulisan. Selain itu, ia mendugje agar Bayu seharusnya datang dengan membawa berita tulis, serta tidak meminta-minta uang tanpa ada berita langsung.
Itu disampaikan Ketua DPD ASWIN dan Ketua Barisan Mualem, Bayu Realita, Rabu 23 April 2025 kepada awak media.
“Semua wartawan di Kabupaten Aceh Tengah. Sudah di kasih uang . Tidak akan ada lagi berita-berita miring tentang Kabupaten Aceh Tengah,” ujar anggota panwaslu seperti ditirukan oleh sumber Bayu kepada media ini.
Pernyataan ini sontak menimbulkan gelombang kemarahan dan kekecewaan yang di rasakan Bayu sebagai wartawan, terutama para insan pers yang selama ini bekerja keras menjaga marwah profesi jurnalis dan prinsip kebebasan pers. Sejumlah wartawan yang mendengar kabar ini menyatakan sikap protes keras terhadap Anggota panwaslu dan menuntut klarifikasi serta permintaan maaf secara terbuka.
“Ini bukan hanya mencederai profesi wartawan, tapi juga bentuk pelecehan terhadap kebebasan pers yang dijamin oleh undang-undang. Kalau memang benar dia berkata seperti itu, kami minta Bupati segera mengambil tindakan tegas,” ujar salah satu wartawan senior di wilayah tengah.
Sejauh ini, belum ada klarifikasi resmi dari anggota panwaslu, terkait pernyataannya tersebut. Namun, sumber internal menyebutkan bahwa pernyataan itu disampaikan Anggota panwaslu dalam sebuah pertemuan tak di sengaja dengan beberapa anggota LSM dan kawan-kawan.
Sikap ini dinilai sebagai bentuk arogansi dan penghinaan terhadap kerja-kerja jurnalistik yang seharusnya mendapat perlindungan, bukan justru “dibuli” atau “dikondisikan” Entah apa maksud dan tujuan dari Anggota panwaslu tersebut .
Organisasi wartawan lokal dan nasional seperti SWI dan Aswin pun mulai menyoroti kasus ini. Beberapa diantaranya menyebut tindakan Anggota Panwaslu sebagai bentuk intimidasi terhadap independensi pers. Bahkan, tidak menutup kemungkinan akan membawa kasus ini ke ranah hukum apabila tidak ada upaya pertanggungjawaban dari pihak terkait.
Masyarakat juga diimbau untuk tidak tinggal diam. Ketika kebebasan pers dan hal lain ikut terancam. Dalam hal ini yang terancam bukan hanya profesi wartawan, tetapi juga hak publik untuk mendapat informasi yang benar dan berimbang.
Kini, sorotan tertuju pada Panwaslu. Publik menanti langkah konkret dari kepala panwaslu tersebut: Apakah akan melindungi kebebasan pers dan mendukung jurnalisme yang bersih, atau justru membiarkan anak buahnya mencoreng nama baik Panwaslu sendiri.