Tiga Aparat Desa Terlibat Penjualan Organ Harimau dan Beruang Madu, Sidang Vonis 10 April 2025

Editor: EDITOR author photo


Lhoksukon | MIN – Tiga aparat Desa Sah Raja, Kecamatan Pante Bidari, Aceh Timur, terlibat dalam perdagangan organ harimau dan beruang madu.

Ketiganya telah menjalani beberapa kali persidangan atas keterlibatan mereka dalam penjualan organ harimau dan beruang madu yang merupakan satwa dilindungi.

Para terdakwa akan menghadapi sidang vonis pada 10 April 2025. 

Pada persidangan sebelumnya di Pengadilan Negeri (PN) Lhoksukon, ketiga terdakwa dituntut jaksa dari Kejari Aceh Utara antara empat hingga enam tahun penjara, serta denda yang cukup besar.

Mereka dituntut telah melanggar Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.

Ketiga terdakwa adalah Zainal Abidin (35), kepala dusun di Desa Sah Raja, Rabusah (26), Sekretaris Desa, dan Irwansyahdi (30), juga seorang kepala dusun.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Aceh Utara, Aulia SH menyatakan, ketiga terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana “menyimpan, memiliki satwa yang dilindungi dalam keadaan mati,” yang melanggar Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Dalam sidang lanjutan pada Senin (24/3/2025) bulan lalu, JPU menuntut Zainal Abidin dengan pidana penjara selama empat tahun serta denda sebesar Rp200 juta.

Jika denda tersebut tidak dibayar, maka akan diganti dengan pidana penjara selama tiga bulan.

Barang bukti berupa satu kulit harimau, tengkorak kepala harimau, tulang harimau, dan kulit beruang madu, dirampas untuk diserahkan kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Aceh.

Sementara itu, terdakwa Rabusah dan Irwansyahdi, dituntut masing-masing enam tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta.

Apabila denda tersebut tidak dibayar, pidana pengganti selama enam bulan akan dijatuhkan.

Barang bukti yang terkait dengan kedua terdakwa berupa sepeda motor Yamaha Vixion, dan handphone merk Vivo 1918, serta Vivo Y16, akan dikembalikan kepada masing-masing terdakwa.

Ketiga terdakwa juga diwajibkan membayar biaya perkara sebesar Rp5.000 per orang.

Dalam sidang selanjutnya pada Selasa (25/3/2025), majelis hakim mendengarkan pembelaan dari pengacara tiga terdakwa, Fitriani SH dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Srikandi Aceh Penegak Keadilan.

Pengacara tersebut memohon agar majelis hakim mempertimbangkan hukuman terhadap Zainal Abidin, yang menurut mereka juga merupakan korban dalam kasus ini.

Selain itu, mereka meminta agar hakim mempertimbangkan keringanan hukuman bagi ketiga terdakwa.
Setelah mendengarkan pembelaan tersebut, hakim melanjutkan sidang pada 10 April 2025, dengan agenda pembacaan amar putusan atau vonis.

Keputusan yang akan dijatuhkan oleh majelis hakim ini diharapkan menjadi titik balik dalam upaya pemberantasan perdagangan satwa yang dilindungi.

Serta memberikan efek jera kepada para pelaku kejahatan terhadap lingkungan dan satwa. (*)


Share:
Komentar

Berita Terkini